#navbar-iframe { display: none !important; } mendidik umat menuju mardlotillah: mencetak generasi unggul

Senin, 15 Juni 2009

mencetak generasi unggul


Mencetak Generasi Unggul

Memperhatikan keadaan generasi muda hari ini, menjadikan hati miris dibuatnya. Generasi harapan yang nantinya diharapkan mampu melanjutkan estafet perjuangan dan kepemimpinan, ternyata diwarnai kemerosotan moral. Depsos RI pada tahun 2007 pernah mengadakan penelitian tentang gadis yang hamil diluar nikah, ternyata jumlahnya tidak sedikit dan 59 % darinya terdiri dari para mahasiswi. (Sabili, 14 edisi Januari 2008). Demikian pula iklan di Jawa Pos edisi 23 April 2009 menyebutkan bahwa para penikmat narkoba 70 persennya ternyata dari kalangan pelajar, pembuat CD porno 90 persennya juga dari kalangan pelajar dari tingkat SLTP sampai perguruan tinggi. Belum kasus-kasus tawuran, geng-geng pelajar, dan berbagai kerusakan lainnya. Memang kita tidak menutup mata pada remaja-remaja yang memiliki prestasi bagus dalam bidang eksakta dan lainnya. Tetapi jumlahnya masih minim dibanding jumlah remaja yang hidup tanpa arah dan tujuan yang jelas.

Menyimak Generasi Pertama Islam.

Berbeda sekali dengan kondisi generasi pertama Islam. Para pemuda masa itu setelah bergabung dalam kafilah kaum muslimin, kemudian mampu berprestasi luar biasa. Abdulloh bin Mas'ud yang dulunya hanyalah seorang buruh penggembala, kemudian menempa diri menjadi salah satu ulama sahabat. Demikian pula Zaid bin Tsabit, dalam kemudaan usianya telah berhasil menjadi penulis wahyu dan bahkan pada masa berikutnya, beliaulah ketua tim yang membukukan Al Qur'an. Beliau juga berprestasi, dalam beberapa hari beliau telah mampu menguasai bahasa Ibrani, atas permintaan Rasululloh. Sedangkan Usamah bin Zaid dalam usia delapan belas tahun mampu tampil sebagai panglima perang, menghadapi pasukan Romawi sebagai Negara Adi Daya waktu itu.

Mus'ab bin Umair yang sebelumnya anak mama, pun berhasil menggapai prestasi gemilang sebagai da'i Rasululloh yang berhasil mendakwahkan Islam kepada penduduk Madinah, sehingga mereka masuk Islam. Adapun Ali bin Abi Tholib yang sejak usia delapan tahun memeluk Islam, terkumpul padanya beberapa kelebihan, Handal sebagai petarung, arif sebagai ilmuwan, dan cakap sebagai panglima perang.

Kaum wanita pun tidak kalah dalam berkiprah. Ada ‘Aisyah yang berhasil masuk ke dalam jajaran delapan ulama fikih Madinah, padahal saat Nabi wafat usianya baru delapan belas tahun. Ada Rufaidah yang menjadi tabib andalan pada jaman Rasululloh. Ada Ummu Syuraik yang tegar mendakwahkan Islam “dor to dor” kepada kaumnya, dan berbagai kiprah wanita muda muslimah lainnya. Intinya dalam naungan Islam generasi muda zaman dahulu menjadi soko guru kemajuan dan kebaikan. Bahkan hari-hari berikutnya, dunia berhasil merasakan keadilan dan kasih sayang Islam melalui tangan para pemuda yang tak pernah lelah mengadakan ekspansi menyelamatkan manusia dari penyembahan pada sesama makhluk kepada peribadatan kepada Alloh semata.

Rahasia Keunggulan Generasi Awal.

Mengapa generasi pertama demikian hebat mampu mengemban amanah menegakkan Din di muka bumi ini? Mengapa mereka bisa menjadi generasi yang disifati para musuhnya, bahwa para sahabat itu bagaikan pendeta di malam hari dan menjadi penunggang kuda yang tangkas di siang hari? Apa rahasia pembinaan Rosululloh sehingga muncul generasi unggul semacam itu?

Paling tidak ada dua rahasia inti keunggulan metode tarbiyah Rasululloh n kepada para pemuda di zaman beliau.

Pertama. Pembinaan diri dengan konsep wahyu.

Dalam mencetak generasi Islam, Rosululloh tidak memakai formula timur dan barat, atau formula Yahudi ataupun Nashroni. Beliau mencukupkan diri dengan menggembleng para sahabat dengan konsep wahyu. Beliau tanamkan keyakinan bahwa tidak ada ilah selain Alloh, bahwa hidup ini semuanya hanya untuk Alloh. Kemudian mereka ditanamkan untuk tunduk taat kepada apa yang diperintahkan Alloh. Hasilnya generasi sahabat menjadi generasi Qur'an yang unik. Apa perintah Al Qur'an itulah yang mereka lakukan dan laksanakan. Apa taujih Rasul, itulah yang mereka lakukan.

Bukti pernyataan tersebut terlalu banyak untuk dituliskan di sini. Sebagian buktinya adalah ketika Alloh menurunkan surat Al Muzzammil, maka para sahabat dengan penuh semangat melakukan qiyamul lail sampai kaki mereka bengkak-bengkak. Baru setahun kemudian Alloh memberi keringanan kepada mereka bahwa qiyamul lail hukumnya sunnah. (Diriwayatkan Muslim dalam shohihnya).

Demikian pula saat datang larangan minum khomer. Khomer pada zaman sahabat begitu lekat dengan kehidupan mereka. Sehingga ketika turun ayat tentang larangan sholat saat mabuk (An Nisa':43), sebagian sahabat mensiasati minumnya jauh sebelum waktu sholat sehingga setelah tiba waktu sholat mereka sudah tidak dalam kondisi mabuk. Tetapi setelah turun larangan meminum khomr (Al Maidah:90), langsung mereka menumpahkan gentong-gentong khomer mereka, dan selokan Madinahpun terisi aliran khomer penduduk Madinah.

Demikianlah, mereka telah menjadi generasi unggul dalam berbagai dimensi. Unggul spiritual, unggul emosional dan unggul dalam keahlian. Keadaan mereka benar-benar berbeda seratus delapan puluh derajat dari saat belum tertempa wahyu. Dulunya mereka hanya hobi berkelahi, berzina dan berbuat dholim, kemudian mereka berubah menjadi penegak kebenaran dan keadilan serta memanfaatkan potensi mereka untuk kemaslahatan ummat.

Kedua. Kedekatan murobbi dan mutarobbi.

Rasululloh n sebagai pendidik (murobbi) bagi ummat telah memberikan tarbiyah secara langsung dan berkesan terhadap para sahabatnya. Keikhlasan beliau, kekuatan ruhiyah beliau, kebaikan akhlak beliau, menjadi magnet tersendiri yang membuat para sahabat begitu mencintai dan taat serta mencontoh beliau.

Beliau tidak hanya sekedar datang ke masjid untuk memberikan ceramah lalu selesai. Tetapi beliau hidup bersama sahabat, susah dan senang ditanggung bersama. Lihatlah! misalnya saat terjadi perang Ahzab. Para sahabat pun menggali parit agar musuh yang jumlahnya tidak berimbang tidak bisa masuk ke Madinah. Rasululloh sebagai murobbi mereka menyemangati sekaligus bekerja bersama mereka. Bahkan ketika ada batu besar yang tidak mampu dipecahkan para sahabat, beliaulah yang memecahkannya. Ketika ada sahabat yang mengganjal perutnya dengan dua batu karena kelaparan, ternyata Rasululloh n telah mengganjal perut beliau dengan tiga batu, yang menunjukkan beliau lebih merasa lapar lagi.

Demikianlah, guru besar manusia tersebut, telah menjalankan tugasnya sebagai pembimbing ummat dengan sempurna. hasilnya dapat dilihat. Para sahabat menjadi pribadi-pribadi yang mengagumkan. Ada yang ahli ibadah seperti Ibnu Umar yang tidak pernah meninggalkan qiyamul lail. Ada Ibnu Mas'ud yang jagoan tafsir dan berbagai kebaikan yang merata pada pribadi sahabat tertempa murobbi yang begitu dekat dan memberi keteladanan langsung bagi para sahabatnya. Berikutnya para sahabat bagaikan bintang yang bertaburan memberikan sinarnya bagi ummat manusia.

Mungkinkah mencetak kembali generasi unggul?

Pertanyaan yang mengusik hati kita, mungkinkah generasi unggul secara spiritual, mental, dan spesialisasi kemampuan bisa kembali terulang?

Meskipun tidak persis seperti kualitas generasi sahabat, tetapi peluang untuk mencetak generasi unggul tetap terbuka di hadapan selama kita menggunakan formula yang digunakan Rasululloh untuk mendidik para sahabat. Pendidikan berbasis wahyu dan kedekatan serta keteladanan pendidik dalam mengaplikasikan ilmu.

Dan bila kita cermati, system tersebut sebenarnya masih ada dan terus dicobakan serta ditingkatkan di pondok-pondok pesantren Islam. Sistem pesantren adalah system yang mengacu kepada wahyu dan adanya unsur keteladanan para pengasuh pesantren. Untuk itu, bagi orang tua yang menghendaki putra-putrinya unggul di bidang spiritual dan mental, cobalah menengok pesantren sebagai alternative utama pendidikan putra putrinya.

Tentunya bukan sembarang pesantren, tetapi pesantren yang memang komitmen dengan nilai-nilai keislaman yang nampak pada kuatnya aqidah, beribadah dengan benar dan berakhlak mulia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar