#navbar-iframe { display: none !important; } mendidik umat menuju mardlotillah: Februari 2009

Minggu, 15 Februari 2009

ADAP TERHADAP JIWA

Seorang muslim harus menerapkan beberapa adab yang diajarkan Islam, diantaranya : adab kepada Alloh SWT, adab kepada Nabinya, adab terhadap Al Quran, adab terhadap jiwanya atau dirinya, adap kepada makhluk Alloh lainnya. Salah satu yang kita bahas yaitu : Adab terhadap jiwanya.


Alloh SWT berfirman, artinya :"berbahagialah orang-orang yang mensucikan dirinya, dan celakalah orang-orang yang mengotori dirinya" (Q.S. Asy-Syam : 9 - 10 )

Adab terhadap jiwanya atau terhadap diri sendiri yaitu :
A. Muroqobah

Muroqobah artinya menyakini bahwa Alloh SWT mengawasi kita, kapan dan di manapun berada, Alloh mengetahui lahir dan batin. seorang yang mempunyai muroqobah maka dia telah mengumpulkan lima Asma'ul Husna yaitu Al 'Alim (Maha Mengetahui), Ar Roqib (Maha mengawasi ), Al hafidz (Maha Menjaga), As Sami' (Maha Mendengar), Al Bashir (Maha Malihat). Jika kita menyadari Bahwa Alloh mengawasi gerak gerik kita, maka kita akan berhati-hati dalam berbuat, karena dia tahu bahwa Alloh SWT tidak pernah mengantuk, tidak pernah tidur.

Teladan salafusholeh :




1. Suatu ketika Umar bin Khotob berjalan-jalan..sekitar Madinah, sampailah Beliau di padang rumput. bertemulah dia dengan seorang pengembala dengan ratusan ekor kambing. bertanyalah Umar (U) kepada Penggembala(P) :"jualah seekor kambingmu kepadaku". P menjawab :"kambing-kambing ini milik tuanku, jadi aku tidak bisa menjual kepadamu tanpa ijin tuanku". Kata U : "Kan tuanmu tidak tahu, katakan saja kambingmu dimakan srigala". Jawab P :" Ya memang tuanku tidak tahu, dan ia bisa menerima alasanku, tapi di mana Alloh?". seketika itu Umar menangis dan memeluk penggembala itu, dan segera berkata :"nak! dimana tuanmu, aku akan membebaskanmu, dan semoga Alloh membebaskanmu dari neraka". ini adalah bukti muroqobah.
2. Suatu ketika Umar bin Khotob berjalan di sekitar pinggiran madinah (malam hari), sejenak Beliau berhenti karena mendengar percakapan seorang Ibu (I) dengan Anak putrinya (A). keluarga ini adalah penjual susu kambing. I berkata :" Campurlah susunya dengan air, agar keuntungan banyak dan harganya lebih murah!" jawab A :"Lho bu, perbuatan ini kan dilarang oleh kholifah Umar, mengapa ibu menganjurkan saya mencampur susu dengan air, dan ini kan namanya menipu pembeli?". kata I :"Semua pedagang susu melakukannya, kalau kita tidak melakukannya susu kita tidak akan laku, kita tidak bisa makan, sudah lakukan saja perintah ibu!". Jawab A :"Tapi ini kan larangan Kholifah Umar?, kita kalau diketahui bisa dihukum?" Kata I :" kholifah tidak mungkin tahu, malam begini dia masih tertidur di istananya". Jawab A : "bu, memang Umar tidak tapi Alloh maha Tahu". Ketika anak putrinya tidak mau mencampur susu dengan air, maka ibunya beranjak menuju tempat susu untuk dicampur dengan air, tiba terdengar ketuka pintu. terkejutlah keluarga ini, ternyata yang datang adalah kholifah Umar, dan gemetarlah badan ibu penjual susu. berkatalah Umar :"aku sudah mendengar percakapan kalian berdua sejak tadi, dan aku tidak menghukum kalian, tetapi aku melamar putrimu untuk anakku 'ashim". inilah buah dari muroqobatulloh. dari pernikahan keduanya maka dari keturunan mereka lahir Umar bin Abdul Aziz.

B. Muhasabah
Alloh berifirman :" Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan" (Al Hasyr : 18 )

Ayat ini menganjurkan agar kita melakukan instrospeksi diri (muhasabah) atau menghitung amal apa saja yang sudah dipersiapkan untuk hari esok (akherat).
Berkata Umar bin Khotob :" Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab".

Imam Ahmad meriwayatkan dari wahab :" Tersebut dalam hikmah keluarga Daud, sebaiknya seorang muslim tidak melewatkan 4 waktu, yaitu : waktu bermunajat kepada Robbnya, Waktu muhasabah, waktu bertemu dengan ikhwannya agar menunjukkan aib-aibnya, dan waktu menghibur diri untuk menikmati hal-hal yang halal". (Ighosatul Lahfan : Ibnu Qoyim Al Jauziyah)
Muhasabah terbagi menjadi 2 yaitu : muhasabah sebelum beramal dan muhasabah sesudah beramal.

Muhasabah sebelum beramal dengan 4 tahap yaitu ;

1. Muhasabah, apakah mampu dikerjakan atau tidak, kalau tidak mampu tidak usah dikerjakan. kalau mampu maka dia berhenti dan berfirkir

2. Muhasabah, apakah amal itu lebih baik ditinggalkan daripada dikerjakan, atau sebaliknya. jika lebih baik ditinggalkan maka dia tidak mengerjakan, bila lebih baik dikerjakan maka ia berhenti dan berfikir.

3. Muhasabah, apa motivasi amal, apakah karena Alloh atau karena motivasi dunia dan lainnya. jika motivasinya bukan karena Alloh maka tidak dikerjakan dan bila karena Alloh, dia berhenti dan berfikir.

4. Muhasabah, apakah amal yang akan dikerjakan memerlukan pertolongan (bantuan), atau tidak. jika tidak perlu bantuan kerjakan dan apabila perlu bantuan maka amal ditunda sampai tersedianya bantuan.

Contoh dari keempat muhasabah di atas adalah Jihad. Oleh karenanya Rasululloh menunda jihad di mekkah karena tidak adanya bantuan (masih sedikit jumlahnya).

Muhasabah sesudah beramal


1. Muhasabah kembali apakah amalnya lebih baik ditinggalkan daripada dikerjakan

2. Muhasabah, apakah dia beramal memang karena Alloh atau karena dunia dan isinya.

3. Muhasabah, apakah dia sudah memenuhi hak-hak Alloh yakni : Ikhlas, Ittiba' Rasul, Ihsan, Kesetiaan, Menyaksikan adanya karunia Alloh, merasa kurang dalam memenuhi hak-hak Alloh.


C. Taubah

Taubah adalah kembalinya seorang hamba menuju Robbnya setelah dia bermuhasabah terhadap perbuatan yang dikerjakannya.
Alloh berfirman : "Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan nabi dan orang-orang mukmin yang bersama Dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah Kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."

Bersabda Rasululloh SAW : " Bertaubatlah kalian kepada Alloh, sesungguhnya saya bertaubah kepada Alloh lebih dari seratus kali setiap hari".

Alloh berfirman : “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Alloh, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung”. (An-Nuur : 31 )

Ayat ini turun di Madinah. Alloh mengarahkan firman-Nya kepada orang-orang yang beriman dan orang-orang pilihan-Nya, agar mereka bertaubat, setelah mereka beriman, bersabar, berjihad dan berhijrah. Alloh mnegaitkan antara taubah dan keberuntungan.

Alloh juga berfirman tentang kebalikannya : “Dan barangsiapa yang tidak bertaubat maka mereka itulah orang-orang yang dholim”. (Al Hujurot : 11 )

Orang yang tidak bertaubah adalah orang dholim karena dia tidak tahu Alloh dan haknya, tidak tahu aib dirinya dan kekurangan amalnya.

Rasululloh bersabda : “ Wahai sekalian manusia, bertaubatlah kalian kepada Alloh, demi Alloh, aku benar-benar bertaubat kepada Alloh lebih dari tujuh puluh kali dalam sehari”.

Syarat-syarat taubah adalah :

1.

Menyesali dosa-dosa yang telah dilakukan di masa lampau
2.

Membebaskan diri sketika itu pula dari dosa tersebut.
3.

Bertekat untuk tidak mengulanginya lagi di masa mendatang.

Orang-orang yang berdosa mempunyai tiga sungai besar yang bias di pergunakan untuk membersihkan dosa-dosa di dunia. Jika belum bersih maka mereka dibersihkan di sungai neraka di hari kiamat. Tiga Sungai itu adalah ;

1.

Sungai at-taubatun-nashuh
2.

Sungai kebaikan-kebaikan yang melimpah ruah dan menghanyutkan berbagai kesalahan di sekitarnya.
3.

Sungai musibah dan cobaan yang mengahpus semua dosa.

Jika Alloh menghendaki suatu kebaikan pada diri hamba-Nya, maka Dia memasukkannya ke dalam salah satu sungai ini, sehingga dia datang pada hari kiamat dalam keadaan bersih, sehingga dia tidak memerlukan cara pencucian yang keempat.

Hakekat taubat adalah kembalinya seseorang kepada Alloh dengan mengerjakan apa-apa yang dicintai-Nya dan meninggalkan apa-apa yang dibenci-Nya.

C. Mujahadah

Seoarang muslim mengetahui bahwa musuh utamanya adalah nafsunya yang selalu mendorong untuk berbuat kejelekan dan menjauhkan dari kebaikan.

Firman Alloh : “Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang”. ( Yusuf : 53 )

Maka dia harus bersungguh-sungguh dalam memerangi hawa nafsunya. Memperturutkan hawa nafsunya sama saja mengantarkannya ke jaurang neraka. Tidakla orang berbauat buruk kecuali karena dorongan nafsunya.

Manusia itu terbagi menjadi dua macam :

1.

Orang yang dkuasai oleh hawa nafsunya, sehingga ia dibinasakan olehnya, tunduk kepada perintah-perintahnya.
2.

Orang yang menguasai nafsunya, sehingga nafsunya tunduk kepada perintah-perintahnya.

Firman Alloh :”Adapun orang yang melampaui batas, Dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, Maka Sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya).Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, Maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya)”. ( An Nazi’at : 37 – 41 )

Orang yang selamat adalah orang yang menjadikan pemimpinya adalah kitabulloh, sedangkan orang yang celaka dan binasa adalah yang menjadikan pemimpinya hawa nafsunya.

Rasululloh beribadah kepada Alloh dengan sangat sungguh-sungguh, sehingga sampai bengkak telapak kaki beliau karena lamanya berdiri, padahal beliau telah diampuni dosanya yang telah lalu maupun yang akan dating. Ketika ditanya mengapa beliau ibadah seperti itu, jawab beliau : tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur?

Kseungguhan dalam beramal harus dimiliki seoarang muslim, sebab tanpa kesungguhan kita tidak akan mendapatkan yang kita inginkan.

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.”(Al ‘Angkabut : 69 )

Jadi seoarang muslim harus sungguh dalam menuntut ilmu,sholat, puasa, berbakti kepada orang tua, berbuat baik kepada sesame muslim, bahkan bekerja untuk dunia kita, dan segala macam aktivitasnya.
Selengkapnya...

Jumat, 06 Februari 2009

Renungan persaudaraan...

Wahai Saudaraku……….
Apa yang dapat kita lakukan
Melihat saudara – saudara kita di belahan bumi gaza palestina
Derita mereka
Luka yang mengganga
Jerit tangis yang menyayat jiwa
Bocah bocah kecil yang tak berdosa meregang nyawa
Apa…………. Apa yang dapat kita perbuat
Bukankah mereka bagian dari kita
Luka mereka dalah luka kita
Sakit mereka dalah sakit kita
Cinta mereka adalah cinta kita
Saudaraku……………………………………
Apa yang dapat kita dapat perbuat
Apakah hanya sekedar berdecak kasihan
Saudaraku…………………………….
Sentu mereka denga do’a dipenghujung akhir rokaat sholatmu
Bantu mereka dengan sebagian harta yang telah Allah berikan untukmu
Jangan engkau lepas uangmu
Tuk berbelanja produk – produk Israil bangsa monyet la’natullah yang engkau tahu itu
Karena saudaraku…………………………
Satu rupiah, satu rupiah saja keuntungan dari penjualan produk – produk Israil itu
Akan terkumpul untuk membeli amunisi
Amunisi…………… peluru yang kemudian mereka gunakan untuk merobek dada dan memecahkan kepala saudara – saudara kita di Gaza Palestina

Saudaraku………………………
Jika engkau mampu ambillah………………………….. ambillah senjata
Dan letakkan nyawamu di ujungnya
Hingga kemuliaan dienul Isalam tegek bersamamu
Atau ………….. kereta maut itu menjemput
Bersama iring iringan malaikat yang tesenyum
Tersenyum mengiringi kesyahidanmu
Saudara – saudaraku………………………
Renungkan…………………. renungkan olehmu
Bahwa setiap perjuangan butuh pengorbanan
Setiap perjuangan butuh pengorbanan Selengkapnya...

Minggu, 01 Februari 2009

Kisah Dua Orang Ibu yang Anak Salah Seorang dari Keduanya Dicuri Srigala


Cetak halaman ini Kirim halaman ini ke teman via E-mail
DR. Umar Sulaiman Abdullah Al-Asyqar

Pengantar

Kisah ini memaparkan kepintaran Nabiyullah Sulaiman yang luar biasa dalam mengungkapkan kebenaran dalam sebuah persengketaan tanpa bukti-bukti yang membimbing kepada pemilik hak. Sulaiman menampakkan bahwa dirinya hendak membunuh bayi yang diperebutkan oleh dua orang wanita yang masing-masing mengklaim sebagai ibunya. Maka terbuktilah siapa ibu yang sebenarnya, yaitu yang merelakan anaknya diberikan kepada lawannya agar bayi itu tidak dibunuh demi menjaga hidupnya padahal lawannya itu bersedia menerima bayi yang akan dibelah dua oleh Sulaiman.

Teks Hadis

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam bersabda, "Ada dua orang wanita masing-masing dengan anaknya. Datanglah seekor serigala dan mencuri anak salah seorang dari keduanya berkata kepada yang lain, 'Serigala itu mencuri anakmu.' Yang lain menjawab, 'Anakmulah yang dicuri oleh serigala.' Keduanya mengadukan hal itu kepada Dawud, maka Dawud memutuskan anak itu milik wanita yang lebih tua. Keduanya pergi kepada Sulaiman dan menyamapkan hal itu. Sulaiman berkata, 'Ambillah untukku pisau. Aku akan membelahnya untuk mereka berdua.' Wanita muda berkata, 'Jangan, semoga Allah merahmatimu. Anak ini adalah anaknya.' Maka Sulaiman memutuskan anak ini adalah anak si wanita muda."

Abu Hurairah berkata, "Demi Allah, inilah untuk pertama kalinya aku mendengar kata 'sikkin' (pisau). Kami selama ini mengatakannya 'mudyah' (pisau)."

Takhrij Hadis

Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dalam Kitab Ahadisil Anbiya', bab biografi Sulaiman, 6/458 no. 3427

Dalam Kitabul Faraidh , bab jika seseorang wanita mengakui seorang anak, 12/55, no. 6769.

Diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitabul Aqdhiyah, bab perbedaan para mujtahid, 3/1344, no. 1720.

Hadis ini dalam Shahih Muslim dengan Syarah Nawawi, 12/380.

Diriwayatkan oleh Nasa'i dalam Kitabul Qadha', 8/234

Penjelasan Hadis

Kisah ini terjadi pada zaman Nabiyullah Dawud Alaihis Salam. Ada dua orang wanita yang berhukum kepadanya ketika seekor serigala membawa kabur anak salah seorang dari keduanya. Keduanya memperebutkan anak yang selamat. Masing-masing mengklaim bahwa ia adalah anaknya. Maka Nabiyullah Dawud berusaha untuk memberi hukum kepada keduanya. Usahanya membimbingnya kepada suatu hukum bahwa anak ini adalah anak wanita yang tua berdasarkan kepada dalil-dalil yang digunakan oleh Dawud.

Keduanya keluar dari hadapan Dawud dan melewati Nabiyullah Sulaiman Alaihis Salam. Sulaiman melihat bahwa persoalan ini bisa diselesaikan dengan suatu cara untuk mengetahui ibu anak tersebut yang sebenarnya. Sulaiman meminta pisau kepada orang-orang yang ada di sekelilingnya untuk digunakan sebagai alat yang membelah tubuh anak ini menjadi dua bagian, sehingga masing-masing mendapatkan separuh. Inilah hukum yang adil di antara keduanya. Kedua wanita ini menyangka Sulaiman serius dan pasti melakukan hukum itu. Di sinilah terlihat respon dari kedua wanita itu. Ibu yang sebenarnya, yaitu si ibu muda, bersedih terhadap hukum ini. Karena hal itu sama dengan membunuh anaknya, maka dia merelakan anaknya di ambil oleh lawannya sehingga anaknya bisa tetap hidup, walaupun dia tidak bisa menjaga dan mendidiknya. Sedangkan seterunya, yang tidak terkait oleh ikatan keibuan dengan anak itu, dia menerima hukum yang hendak dilaksanakan oleh Sulaiman tersebut. Dengan inilah Sulaiman berdalil maka ibu anak ini yang sebenarnya. Maka dia memutuskan bahwa ibu yang berhak terhadap anak itu adalah si ibu muda, walaupun dia mengakui bahwa anak itu adalah anak seterunya.

An-Nawawi berkata, "Sulaiman menggunakan cara berpura-pura dan sedikit tipu daya untuk mengetahui perkara yang sebenarnya. Dia menunjukkan kepada keduanya seolah-olah dia ingin membelah anak itu untuk mengetahui siapa yang bersedih jika anak itu dibelah, maka dialah ibu yang sebenarnya. Ketika wanita yang lebih tua menyetujui jika anak ini dibelah, terbuktilah bahwa dia bukan ibu ang seberanya. Ketika yang muda berkata seperti apa yang dikatakannya, maka diketahui bahwa dialah ibunya. Sulaiman tidak ingin benar-benar membelah, dia ingin menguji kasih saying mereka berdua untuk membedakan mana ibu yang sebenarnya. Ketika ia bisa dibedakan dnegan ucapannya, maka Sulaiman mengetahuinya. (Syarah Shahih Muslim An-Nawawi, 12/381).


Selengkapnya...